JEKA24.ID | JAKARTA – Sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat dengan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, Bripka Ricky Rizal, dan Bharada Richard Eliezer Pudihang kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (21/12/2022).
Kali sidang dilanjutkan dengan mendengar keterangan dari saksi ahli, Reni yang berasal dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia RSUD Cilacap.
Dalam persidangan, Reni Kusumowardhani memaparkan hasil asesmen psikologi terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu. Reni mengatakan Ferdy Sambo tak bisa mengontrol emosi jika merasa harga dirinya terganggu.
“Dalam situasi kondisi normal, Ferdy Sambo akan terlihat dan sebagai figur yang baik dalam kehidupan sosialnya dan patuh pada aturan norma, dapat menutupi kekurangan-kekurangannya dan masalah-masalahnya,” kata Reni mengawali penjelasan.
Namun, katanya, hal itu bukan berarti Sambo tak akan melanggar aturan. Dia mengatakan Sambo juga bisa menggunakan kecerdasannya yang di atas rata-rata untuk melindungi diri saat situasi terdesak.
“Jadi bukan berarti yang bersangkutan tidak mampu melanggar norma dan menggunakan kecerdasannya untuk melindungi diri di dalam situasi-situasi terdesak,” ucap Reni.
Reni juga menyebut ada pengaruh latar belakang Sambo sebagai orang Sulawesi Selatan dengan kepribadiannya. Dia mengatakan Sambo tidak bisa mengontrol emosi dan berpikir panjang saat merasa harga dirinya terganggu.
“Sebagai orang Sulawesi Selatan yang hidup dalam budaya yang teguh memegang budaya Siri Na Pacce, ini memang mempengaruhi bagaimana pertimbangan-pertimbangan keputusan dan emosi serta kepribadian dari Bapak FS,” kata Reni.
“Jadi ada mudah self esteem, harga dirinya terganggu apabila dia kehormatannya itu terganggu seperti itu dan kemudian dapat menjadi orang yang dikuasai emosi, tidak terkontrol, tidak dapat berpikir panjang terhadap tindakan yang dilakukan,” imbuhnya. (peha)
Discussion about this post